Assalamualaikum wr.wb.
Hai semuanyaa~ Salam kenal ya,
namaku Fadiah Idzni. Teman-teman biasa memanggilku Dea. Aku bersekolah di SMPIT
Adzkia Sukabumi tepatnya di kelas 9A. Aku lahir di Sukabumi, 16 April 2000,
yang artinya umurku sudah 14 tahun. Hobiku nggak begitu banyak sih, sebagiannya
jarang ditekuni pula. Tapi aku selalu berusaha suapaya hobiku bermanfaat dan
bisa membantuku mencapai kesuksesan suatu hari nanti. Hobiku yaitu baca buku,
dengerin musik, jalan-jalan, menggambar, nulis cerita, dan main piano. Biasa
aja kan? Karena Nothing is true, but that
which is simple. Jadi, hidup itu nggak ada yang pasti kecuali
kesederhanaan.
Oke, mungkin itu biodata ‘kurang
lengkap’ dari aku. Dan, inilah pengalaman yang akan aku ceritakaaan~
Tunggu, mulai dari mana ya? Oke mungkin
dari sini aja.
Funny
Moment
Sebenernya
pengalaman lucu selama 3 tahun sekolah di SMPIT ini, banyak banget, dan
biasanya kenangan-kenangan lucu itulah yang bakal jadi memori tak terlupakan.
Mulai dari kelas 7, orang-orang bilang masa awal MOPD adalah hal yang sangat
menyiksa. Dan, itu memang benar, orang-orang tersebut benar sekali! Panas, sama
teman sekelompok nggak saling kenal, tertawa pun mungkin masih malu-malu,
senyuman canggung, pokoknya nggak nyaman banget. Tapi aku masih ingat sampai
sekarang, kata-kata Kak Nabila (Alumni), waktu pembukaan MOPD. Katanya, “Dulu
kita juga gitu, masih malu satu sama lain (sambil menunjuk ke teman-temannya),
tapi liat sekarang? Kita jadi deket. Ntar juga kalian gitu,” dan, seakan doa
Kak Nabila terkabul, kita benar-benar jadi deket. Nggak ada kesan malu,
canggung, seolah yang sedang kita ajak ngobrol hari, yaitu teman-teman kita,
adalah keluarga sendiri.
Paling ingat
pengalaman tentang paskibra, yaitu kelompok paskibra Usth. Eva.
Ngomong-ngomong, Usth. Eva itu adalah guru mentoringku sewaktu kelas 7 dan
kelas 8, anggotanya ada aku, Ashfi, Qika, Ami, Mulki, Tase, Bia, Ladina, dan
Agnia. Kelompoknya seruuu, gandeng, Ustadzahnya juga kocak. Kembali lagi ke
paskibra, ketika tahu UAS akhir adalah di tes baris-berbaris per kelompok
mentoring, aku sedikit pede. Aku berfikir bahwa kelompokku sudah kompak dan
pasti bisa. Mungkin itu juga yang dialami kelompok-kelompok lain. Tapi
ternyataa.. jeeng jeeng! Aku sudah hampir menyerah pas masa-masa latihan!
Ribet, panas, capek. Capek, ribet, panas. Kesannya gitu-gitu aja. Tapi
untungnya banyak kejadian lucu pas latihan, ide-ide tentang formasi yang
cenderung ‘nggak masuk akal’, kesalahan-kesalahan pemimpin yang bikin greget,
dan masih banyak lagi. Dan akhirnya, hari yang tidak ditunggu-tunggu pun
datang. Melihat kelompok-kelompok lain yang sudah tampil, hati kami makin
menciut. Kini tibalah kelompok kami yang dipanggil. Bismillah, semoga lancar,
aku berdoa dalam hati. Awalnya kami melakukannya dengan lancar, tapi lama
kelamaan hal buruk pun terjadi: formasi rusak, beberapa anggota tidak mendengar
suara pemimpin, juri mulai menunjukkan ekspresi yang sulit dimengerti, dan.... kami
tetap percaya diri walaupun hati makin ciut. Setelah tes tersebut berakhir,
kami langsung ke kantin dan menertawakan semua yang terjadi.
Pengalaman
berkesan juga terjadi pada saat aku ke Kebun Raya Bogor. Bertemu bule, melatih
kemampuan berbahasa Inggris, mengobrol dengan Bahasa Inggris—walaupun
pertanyaannya seputar itu-itu saja (What’s your name? Where do you live? What
is your favorite food in Indonesia? Bla bla...), tapi karena baru pertama kali
kami mengobrol dan bercengkrama dengan bule, rasanya itu spesial. Yang paling
menyebalkan sekaligus tak terlupakan adalah ‘part of ngejar-ngejar bule’.
Ngapain juga bule di kejar-kejar? Harus. Bagiku dan kelompokku menemukan bule
sebelum ditemukan oleh kelompok lain adalah suatu keharusan, atau sebelum bule
itu pergi mencari tempat lain misalnya, kami harus siaga mencegah mereka agar
mau diwawancarai. Pernah sekali, di akhir-akhir waktu di Kebun Raya Bogor, kami
menemukan dua orang bule perempuan berambut kriting coklat yang berwajah manis.
Tapi kami awalnya kurang yakin kalau mereka itu bule, karena waktu itu jarak
kami sangat jauh dengan mereka. Akhirnya demi mendapatkan nilai plus plus dan
bukti foto yang banyak, kami berlari mengejar kedua bule itu melewati lapangan
rumput yang sangaaat luas sambil berteriak “Miss! Miss! Missss!!” berkali-kali
sampai akhirnya capek sendiri dan nafas mulai ngos-ngosan. Ketika sudah bertemu
kedua bule itu—dengan wajah yang mengkhawatirkan, sepertinya—apa yang kami
dapat? Baru saja kami memulai percakapan dengan bilang, “I want...” kedua bule
itu langsung menggelengkan kepala, “Saya tidak mau diwawancara,” kata mereka
dalam bahasa Inggris. Hanya 4 kata, tapi bagi kami penolakan yang luar biasa.
Setelah mendengar kata-kata (evil) itu, kami mulai menjauhi si bule, sambil mengeluh
dan mengeluh lagi, kemudian kami beristirahat sebentar dilapangan rumput yang
menjadi saksi perjuangan kita.
Naik kelas,
teman baru, kelas baru. Kelas 8, lebih banyak hal-hal ‘aneh’ yang ignin
diceritakan, tapi bingung harus memulai darimana. Oke, bagaimana kalau dari LT1?
Awalnya,
pelajaran pramuka kelas 8 mengharuskan kami membuat kelompok. Dan, akhirnya
terciptalah kelompok gabungan dari NAGIFFAM, Qika, Nida, dan Rahmi. Sebenarnya
LT1 sendiri dimulai dengan persiapan yang ribet banget. Mulai dari nentuin
yel-yel, nyariin anggota yang berpencar kesana-kemari, sama lat. PBB di waktu
yang sempiiit banget. Tapi malam pas api unggun itu loh, kami harus menampilkan
yel-yel yang sudah kami buat dengan susah payah di depan semua orang. Sebelum
kami tampil, kami latihan dengan semangat di antara kerumunan orang di belakang,
dan akhirnya terciptalah yel-yel ‘Bangke’. Bukan yel-yelnya yang bangke, tapi nama
lengkap kelompok kami sebenarnya adalah Edelweis ‘dalam kurung Bangke’. Dan,
berhubung mental kami adalah mental sang juara, ketika disuruh maju ke depan
kami bukannya bernyanyi tapi malah diam menunggu takdir selanjutnya. Ketika
mulai bernyanyi pun Cuma suara Ami yang paling kencang, karena yang lainnya
(termasuk aku), speechless, dan
saking nervous-nya otak kami ngeblank
dan diakhiri dengan kekacauan suasana.
Nggak Cuma itu,
kelasku, BBG, punya tradisi tersendiri untuk mempromosikan yel-yel yang kami
buat. Yel-yel kami berasal dari nama-nama anak BBG dan dinyanyikan dengan lagu
yang sedang booming pada saat itu.
Jadi ceritanya, waktu itu kami ada pelajaran pramuka dan semua kelompok diharuskan membawa tongkat dan bendera sebagai perlengakapannya. Karena mungkin, perlengkapan pramuka itu mirip-mirip dengan perlengkapan untuk pawai, maka kami segera konvoi menuju lapangan, kemudian balik lagi ke kelas, kemudian ke lapangan lagi, sambil membawa-bawa tongkat dan bendera tersebut sambil menyanyikan yel-yel BBG terus-menerus. Walaupun dilihat sama adik kelas, rasanya kalau udah seneng nggak bisa berhenti. -_-
Jadi ceritanya, waktu itu kami ada pelajaran pramuka dan semua kelompok diharuskan membawa tongkat dan bendera sebagai perlengakapannya. Karena mungkin, perlengkapan pramuka itu mirip-mirip dengan perlengkapan untuk pawai, maka kami segera konvoi menuju lapangan, kemudian balik lagi ke kelas, kemudian ke lapangan lagi, sambil membawa-bawa tongkat dan bendera tersebut sambil menyanyikan yel-yel BBG terus-menerus. Walaupun dilihat sama adik kelas, rasanya kalau udah seneng nggak bisa berhenti. -_-
Yang paling
berkesan di kelas 8 ini adalah ketika Adzkia EXPO. Kegiatan ini melibatkan
seluruh ekstra kulikuler di Adzkia dalam menampilkan bakat-bakat mereka. Ada
Jurnalistik, Pramuka, Karate, TOA, Seni Musik, dan masih banyak lagi. Pada
waktu itu aku mengambil ekskul Jurnalistik dibawah bimbingan Usth. Zahrina.
Ekskul ini tak kalah sibuk dengan ekskul-ekskul lainnya, mulai dari membuat TV
dari sterofoam, menggunting-gunting kardus, latihan menjadi pembawa berita dan
reporter, menentukan musik yang bagus dan sesuai, pokoknya ribet. Ribet tapi
menyenangkan. Kebetulan waktu di ekskul ini, aku menjadi reporter yang
mewawancarai beberapa dokter mayat (Yang dibintangi oleh Dara, Nasya, dan Vimel)
yang sedang meneliti keanehan dari prilaku mayatnya. Dan, video dari hasil
wawancara tersebut ditampilkan pada saat Adzkia EXPO. Ugh, sedikit malu sih.
Dan, masih
banyak lagi pengalaman di kelas 8, termasuk study tour ke Yogyakarta dan Market
Day. Semoga pengalaman-pengalaman tersebut bakal jadi memori indah yang nggak
akan terlupakan.
Di kelas 9, aku
baru memulai pelajaran semester 1, tapi sudah banyak kejadian ‘aneh dan lucu’
di akhir-akhir masa SMP ku ini. Contohnya tadi pagi, kami berdemo agar kelas
tidak dipindahkan. Kami bicara soal ketidakadilan, perampasan hak, dan
keputusan sepihak, pokoknya pembicaraan kearah nasionalisme banget. Kami mulai
berdemo pada pagi hari setelah character building, kami mulai dengan mencoret
wajah kami dengan hapusan spidol, lalu gagang sapu yang kami beri tulisan
seperti: Kami Tidak Mau Dipindahkan, atau Pindah? NO! Atau gagang pel yang kami
acung-acungkan ke udara sambil meneriakkan yel-yel yang entah apa namanya, dan
masih banyak lagi. Kami mengitari jalanan menuju ke kantor pusat, niatnya sih
mau ke Ustadzah Heti, tapi akhirnya nggak jadi, dan akhirnya kami berbalik arah
dan pindah kelas itupun tetap dilaksanakan. Ternyata suara kita tidak didengar,
tapi tak apa. Toh kami lebih memilih selfie untuk mengabadikan momen-momen yang
yang tidak akan kami rasakan lagi setelah lulus nanti.
Sepertinya cukup
sekian dariku. Sebenarnya masih banyak pengalaman yang ingin aku sampaikan,
tapi takutnya kepanjangan dan malah menjadi sebuah buku, jadi aku cukupkan
sampai sini sajaaa~
Wassalamalaikum
wr.wb.
0 komentar :
Posting Komentar