5
tahun lalu...
Tebing di Gunung
Asama. Seorang anak perempuan berumur sekitar 9 tahun, Sedang menggelantung di
tebing itu. Sedangkan seorang anak perempuan sebaya dengannya, mencoba
menariknya ke atas, agar dia tidak terjatuh ke dalam jurang. Dia pasti sudah
jatuh sedari tadi kalau temannya tidak memegang tangannya.
“Mina, cepat naik!
Aku sudah tidak tahan lagi!” kataku yang sedari tadi sudah menggenggam tangan Mina yang nyaris jatuh ke
jurang yang tingginya kurang lebih 50 meter itu.
“Aku takut Misaki,
aku takut!” kata Mina dengan suaranya yang lirih.
“Tenanglah, ada
aku disini!” kataku meyakinkannya
“Tidak! Aku
takut!”
“Ukh!” otot
tanganku sudah mulai melemah. Aku sudah tidak kuat lagi.
“Mi.. Mina...
cepatlah... aku sudah tidak kuat lagi,”
“Tapi, kenapa?”
“Dengarlah, Mina.
‘Aku tidak ingin kehilangan orang yang kucintai apapun yang terjadi’.”
“Misaki-chan...”
Aku sudah tidak kuat lagi. Tiba-tiba genggaman tanganku terlepas.
“Aaaa...!”
teriaknya. Mina terjatuh kedalam jurang itu.
“Mina...!” Aku
turun dari tebing itu, dan mulai mencari Mina diantara banyaknya pohon disitu.
Aku terus memanggil namanya. Tapi tak ada yang merespon. Aku mencarinya hingga
hari menjelang malam, tapi hasilnya nihil. Aku hanya menemukan kalungnya yang
tergeletak di tanah. Ini semua salahku. Andai saja aku lebih kuat saat itu.
Pasti Mina tidak...
*****
SMP Ekoda, ruang kelas 3-3
“Hei, Misaki,
Misaki! BANGUN!” teriak Hanako
“uh... kenapa
sih?” tanyaku malas
“Apa kau tidak
tahu sekarang pelajaran siapa? Pak Kameko, Misaki, masa kau lupa!?” Hanako
berusaha mengingatkanku.
“Maksudmu ‘Guru
IPA Tengkorak’ itu ya?” kataku yang dengan segera bangkit dari tidurku tadi.
“Apa maksudmu ‘
Guru IPA Tengkorak hah!?” bentak pak Kameko yang tiba-tiba saja masuk ke dalam
kelas.
GLEK! Aku menelan
ludah.
“A.. ah... maksudku, aku mau belajar
bagian... em.. bagian tengkorak!” kataku gugup
“Kalau begitu,
sepulang sekolah nanti kau bersihkan Laboratorium sekolah, beserta dengan tengkoraknya!”
perintah pak Kameko garang.
“ah, sial”
gumamku. Tapi jujur saja, pak Kameko memang benar-benar mirip tengkorak, daging
saja hampir tidak kelihatan.
Kriiing...
Bel sekolah berbunyi. Saatnya untuk
anak-anak lain pulang ke rumah masing-masing, dan mulai merebahkan tubuhnya di
atas kasur yang empuk. Kecuali aku. Aku masih harus banting tulang membersihkan
laboratorium karna hukuman pak Kameko. Menyebalkan!
“Misaki, aku
pulang duluan ya” kata Hanako
“ya”
“tapi, kusarankan
agar kau berhati-hati”
“kenapa?”
“Katanya, di
sekolah ini banyak hantunya, apalagi di laboratorium. Di sana kan ada mayat
untuk percobaan. Ho.. ho.. ho...” Hanako memperingatkanku dengan mengeluarkan
nada horor.
“Hanako! Jangan
membuatku takut seperti itu!” teriakku yang mulai merinding ketakutan
“ya..ya... aku
hanya bercanda, Ganbatte!” katanya sambil melambaikan tangannya dan
meninggalkanku begitu saja.
“huh!”
Dari dulu dia memang tidak
pernah berubah, selalu saja seperti itu batinku.
Aku segera masuk ke ruang laboratorium, untuk memulai pekerjaan
menyebalkan ini.
“APA!?” aku tersentak seketika, saat
melihat tumpukan bahan dan alat laboratorium yang berserakan di mana-mana.
Benar-benar berantakan! (peralatan di lab harus diberesin habis dipakai. Tapi
pengecualian buat cerita ini)
“heh, dia
benar-benar serius menghukumku” keluhku.
Andai saja hari ini klub Karate ku
tidak libur, jadi aku masih memiliki alasan untuk tidah menjalani hukuman ini.
Ya, Karate. Aku ingin menjadi wanita yang lebih kuat lagi, agar aku bisa
melindungi teman-teman ku. Tidak seperti 5 tahun yang lalu. Hal yang
benar-benar membuatku merasa bersalah.
Dari alat-alat
optik, sampai bahan-bahan kimia, kubereskan semuanya. Hampir sekitar 1 jam.
“akhirnya, selesai
juga” gumamku.
Krieet...
Tiba-tiba, salah
satu jendela laboratorium terbuka. Padahal seingatku, semua jendela sudah
kukunci. Aku jadi teringat dengan cerita Hanako tadi.
“ha.. hantu...!”
teriaku. Aku langsung berlari keluar laboratorium.
BRUK!
Tanpa sengaja, aku
menabrak seorang perempuan. Membuat buku-buku yang dia bawa jatuh berserakan di
mana-mana. Aku membantunya membereskannya.
“ini bukumu”
kataku sambil menyodorkan beberapa buku yang berhasil kukumpulkan.
“maaf ya, tadi
aku...”
“terima kasih!” katanya
cepat dan langsung pergi meninggalkanku.
Aku sempat melihat sekilas wajahnya.
Dan sepertinya dia bukan murid sekolah ini. Tapi aku yakin pernah melihatnya di
suatu tempat.
Di..dia...
*****
“aku pulang...”
“Misaki, kau pulang lama sekali”
kata kakaku.
“pak Kameko menghukumku, untuk
membersihkan laboratorium”
“itu memang sudah kebiasaan ‘Guru
IPA Tengkorak’ itu. Memangnya apa salahmu sampai dihukum begitu?”
“menyebutnya, sama seperti yang
dilakukan kakak tadi”
“begitu, dulu aku juga sering
dihukum karna menyebutnya begitu” katanya sambil tersenyum bangga.
“bodoh” gumamku.
Aku segera masuk kedalam kamar.
Mencoba untuk menenangkan diri. Entah kenapa, sejak bertemu gadis itu,
perasaanku rasanya tidak bisa tenang. Ada firasat yang membuatku senang,
bercampur bingung. Firasat, tentang gadis itu.
__Kriing__Kriiing__Kriiiing__ bunyi ponselku yang semakin
lama makin keras. Aku segera mengambil ponselku yang berada di atas meja.
Panggilan masuk dari Hanako batinku
“halo?”
“hei, Misaki. Bagaimana hukumannya?” katanya dengan nada menyindir.
“kenapa? Apa kau pikir aku tidak
bisa menyelesaikannya?”
“bukan, aku hanya khawatir ada
barang-barang yang rusak, kau ini kan ceroboh”
“HANAKO!”
“ya, maaf.. maaf... aku hanya
bercanda”
“huh, dasar! Oh ya, Hanako...”
“hm?”
“ah, anu...” aku terdiam sesaat “i..
itu...”
“ha..ha... kau ini kenapa sih?
Seperti orang gagap saja”
“ah, itu, te..tentang...” agak sulit
untuku bebicara.
“Ayolah Misaki, kau ini kenapa sih?”
“MINA! Tentang Mina!” kataku walau
dengan sedikit terpaksa.
“eh?”
“a.. aku melihatnya di sekolah
tadi!” aku menggigit bibir. Khawatir dengan jawaban Hanako.
“Bodoh! Dia sudah menghilang 5 tahun yang lalu! Mana mungkin dia berada di
sekolah!? Itu pasti hanya perasaanmu saja! A.. aku... uh, sudahlah!”
Tut.. tut.. tut...
“Ha.. Hanako? Hanako!”
Maaf, Hanako. Batinku.
Hanako. Dia juga adalah sahabat
Mina. Setelah kepergian Mina, dia merasa sangat terpukul, sama halnya seperti
aku. Mungkin benar apa kata Hanako. Tadi itu hanya perasaanku saja.
Keesokan harinya...
Kriiing...
Hari ini, aku
tidak langsung pulang ke rumah, karna masih harus mengikuti klub Karate.
Sedangkan Hanako, dia mengikuti klub Tenis. Hari ini kak Kazumi akan
mengajarkan teknik ‘Tendangan Berputar’.
“baiklah,
kalian istirahat selama 5 menit” kata kak Kazumi.
Ya ampun, aku meninggalkan minumku
di kelas batinku.
Aku segera keluar ruangan untuk
mengambil minum.
“siapa itu?”
Diantara gedung sekolah, kulihat
seorang anak perempuan, sebaya denganku, sedang melukis sesuatu di situ. Dia
mirip dengan gadis yang kulihat kemarin. Aku segera menuruni tangga, berniat
untuk menemuinya. Tapi, sesampainya di bawah, tiba-tiba gadis itu menghilang.
“kemana dia?” gumamku. Aku berjalan
menuju hasil lukisannya tadi.
Deg!
“a.. apa ini...” aku tertegun. Tak
percaya dengan apa yang sedang kulihat
“tidak mungkin!”
Seketika, tubuhku melemah dan
kesadaranku mulai menipis.
BRUK!
*****
Perlahan, aku
membuka mataku.
“dimana aku?”
“Misaki, akhirnya kau sadar juga!”
Hanako langsung memeluku.
“kami menemukanmu pingsan di
lapangan, dan langsung membawamu ke UKS” kata kak Kazumi yang juga berada
disitu bersama dengan teman lainnya.
“terimakasih”
“kalau begitu, kami pulang dulu”
pamit kak Kazumi
Satu persatu diantara mereka
meningglkan UKS. Tinggal aku dan Hanako saja.
“um... Hanako”
“ya?”
“apa kau lihat lukisan di lapang
tadi?”
“lukisan? Di lapang tadi, aku hanya
menemukanmu. Memangnya ada apa?”
“a..ah... tidak”
Jadi begitu. Setelah aku pingsan
karna melihat lukisan itu, gadis itu segera mengambilnya, karna takut kalau
mereka tahu tentang lukisan itu. Tapi... kenapa?
“Misaki, kumohon. Jawablah dengan
jujur” kata Hanako serius “apa sebenarnya yang tadi kau lihat?”
“eh?” aku terdiam untuk beberapa
saat.
“lukisan itu...” kucoba untuk
mengatakannya, walau kupikir dia tidak akan percaya akan hal ini “bergambarkan
seorang anak yang sedang menggelantung di tebing gunung Asama. Dan seorangnya
lagi, mencoba untuk mengangkatnya ke atas. Sampai akhirnya aku tahu, kalau
kedua anak itu adalah aku dan Mina”
Tidak mungkin... batin Hanako
“disamping itu, aku melihat seorang
anak lagi, yang digambarkan sedang tersenyum senang. Sampai beberapa saat, aku
tahu kalau ini bukanlah kecelakaan, melainkan percobaan pembunuhan”
“itu tidak mungkin!”
“ya, mungkin kau tidak akan percaya.
Tapi memang itulah yang sebenarnya kulihat”
“kenapa kau begitu yakin itu adalah
pembunuhan!?”
“pada saat itu, tidak ada alasan
bagi Mina untuk jatuh ke jurang begitu saja!”
“dan mungkin saja, Mina selamat pada
kecelakaan saat itu. Dan ada seseorang yang menolongnya” lanjutku.
“Mina...” gumam Hanako.
Prang!
Dari luar UKS, terdengar seperti
suara benda pecah. Hanako dengan segera keluar untuk memeriksanya. Ada pecahan
gelas tak jauh dari ruang UKS
“Tidak ada siapa-siapa. Mungkin
hanya tersenggol kucing saja” kata Hanako.
Hmm...
“Misaki, apa kau mau pulang
sekarang? Kelihatannya keadaanmu sudah mulai membaik”
“ya”
Selama perjalanan pulang, aku dan
Hanako tidak saling mengobrol seperti biasanya. Itu karna, ada sesuatu yang
mengganjal pikiran kami masing-masing. Mungkin Hanako, dia masih memikirkan
soal Mina. Sedangkan aku, masih memikirkan soal benda yang terjatuh di luar UKS
tadi. Memang kelihatannya sepele, tapi ada satu hal yang aneh. Cara jatuh benda
itu terlihat berbeda dari biasanya. Tidak seperti dijatuhkan oleh binatang, melainkan
oleh... Manusia.
Dalam 15 menit, aku sudah sampai
dirumahku.
“Aku pulang...”
Seisi rumah terlihat begitu sepi.
Benar juga, hari ini kan kakaku
sedang kerja, ayah dan ibu juga sedang ada meeting di luar kota batinku.
Aku
memasuki kamarku. Membaringkan tubuhku di atas kasur. Kucoba menutup mataku,
sedikit demi sedikit, dan akhirnya aku tertidur pulas. Hari seperti ini,
tidak akan terjadi lagi!
*****
SMP Ekoda, ruang kelas 3-3
Senin kemarin, aku
tidak bisa sekolah karna sakit. Padahal kabarnya, kemarin kelasku kedatangan
murid baru. Aku belum sempat menanyakannya pada teman-teman. Bahkan, laki-laki
atau perempuannya pun aku tidak tahu. Tapi kemarin Hanako bilang, “Kau pasti
akan terkejut setelah melihatnya” begitu. Yah, aku jadi penasaran kira-kira
seperti apa ya, murid baru itu?
“Hei, ngapain
bengong terus!?” teriak Hanako dari belakang, yang spontan membuatku kaget.
“Hanako...”
gerutuku “aku hanya memikirkan murid itu saja kok. Lagi pula, apa salahnya
kalau kau memberi tahuku tentang dia?”
“Ini akan jadi
kejutan untukmu. Bukan hadiah, hanya ingin membuatmu kaget saja”
“huh?”
“Tapi biar kuberi
tahu sedikit, dia itu terlihat sebagai murid yang menakutkan. Dan kabarnya, dia
itu orang yang tepat waktu. Pukul 7.30 tepat biasanya dia sudah datang, dan
seharusnya sekarang dia sudah sampai”
“Apa maksudmu
‘menakutkan’?” tanyaku heran.
“Lihat saja nanti”
Sreg!
“Yah, sepertinya
dia sudah datang” bisik Hanako.
Pintu kelas dibuka. Seorang
perempuan berkacamata, rambut sebahu, dan memiliki luka di bagian tangan
kirinya, memasuki kelas. Tapi ada satu hal yang benar-benar membuatku
tercengang. Wajahnya! Dia... benar-benar mirip dengan seseorang.
“Pagi...”
Aku mencoba menyapanya. Tapi balasan
yang kudapatkan hanyalah, lirikan yang dia berikan lewat sudut matanya. Setelah
itu dia berjalan kembali ke arah bangkunya yang terletak paling ujung di kelas.
Memang kelihatan sebagai, wanita yang menakutkan.
“Nah, bagaimana?” kata Hanako.
“Dia benar-benar mirip... dengan
Mina”
“Tapi sifatnya sangat bertolak
belakang dengan Mina” lanjutku.
“Namanya Sora Amano. Tidak jelas
dari mana asal sekolahnya. Tapi yang pasti, dia itu agak Misterius” jelas
Hanako.
“Istirahat nanti, aku akan bicara
dengannya”
“untuk apa?”
“Aku hanya ingin memastikan, suatu
hal”
*****
Istirahat, atap gedung sekolah...
“Hei, apa kau yakin dia akan datang
kemari?” kata Hanako.
“Ya, lagi pula tadi aku sudah
menaruh surat di mejanya saat dia pergi ke toilet. Biar bagaimanapun juga, dia
sepertinya bukan tipe orang yang suka membuat orang lain kecewa”
“Dan walaupun sikapnya yang dingin
sekalipun?”
“Ya, kurasa begitu”
Tap... tap... tap...
Suara langkah kecil seseorang yang
makin lama makin dekat menuju tempat kami.
“Akhirnya kau datang juga, Amano-chan”
kataku.
“Ada apa kau memanggilku ke tempat
seperti ini?” katanya dengan nada datar.
“Ada beberapa hal yang ingin
kutanyakan padamu”
“Apa itu?”
“Kuharap kau menjawabnya dengan
jujur” kataku serius “Apa benar, selama
2 hari terakhir ini kita pernah bertemu?”
Dia terdiam sesaat “ Kalau ya,
memangnya kenapa?”
“He.. hei! Jadi kau orang yang waktu
itu bertemu dengan Misaki di depan laboratorium ya!? Dan berarti, kau juga
orang yang pada hari Sabtu , melukis di lapangan sekolah, ya kan!?” seru
Hanako.
“Itu memang benar”
“Lalu kenapa waktu itu kau tidak
menolong Misaki saat dia pingsan!? Lagi pula, Misaki pingsan karna lukisanmu
juga kan!?” bentak Hanako
“Itu bukan urusanmu” Jawabnya
dingin.
“Sudahlah Hanako, dia melakukan itu
pasti ada alasannya juga” kataku
“Saat aku akan menemui Amano di
lapangan, dia lebih dulu menyadarinya, dan langsung bersembunyi di suatu
tempat. Tapi dia lupa membawa hasil lukisannya. Tidak ada waktu lagi untuk
mengambilnya. Dia bahkan tidak tahu kalau setelah melihat lukisan itu aku akan
pingsan. Jadi, kau memanfaatkan kesempatan itu untuk mengambilnya kembali,
karna takut ada orang lain yang melihatnya. Bukan begitu?” aku melirik kearah
Amano yg tatapan nya mulai berubah. Menjadi sedikit lebih hangat.
“Ibuku menyuruhku untuk tidak
berhubungan dengan siapapun sebelum resmi menjadi murid di sini. Tapi kenapa
saat itu kau sampai pingsan?”
“Lukisanmu itu, mengingatkanku akan
suatu kenangan buruk. Dari mana kau mendapatkan ide seperti itu?”
“Huh, pada awalnya aku hanya ingin
melukis gunung Asama yang kebetulan terlihat begitu jelas dari lapangan
sekolah. Tapi saat pertama kali kugoreskan kuasku di atas kanvas,tiba-tiba ide
itu muncul begitu saja dalam bayanganku. Dan tanpa kusadari, ternyata anak yang
menggelantung di tebing itu, benar-benar mirip denganku, dan orang yang sedang
menggenggam tangannya pun, ternyata memang mirip denganmu, Misaki. Untuk orang
yang sedang tersenyum dibelakangnya, sepertinya mirip dengan salah satu teman
di kelas, tapi aku tidak tahu siapa” jelasnya.
“Apa kau memiliki hubungan dengan lukisan
itu?”
“Tidak sama sekali”
“Kalau begitu, apa kau kenal dengan
orang yang bernama Mina?”
“Tidak juga”
“Begitu ya, .... Ini” aku
menyodorkan kalung milik Mina yang kutemukan 5 tahun lalu itu.
“Apa ini?”
“Itu kalung milik temanku yang sudah
lama menghilang. Dia sangat mirip denganmu. Dan aku ingin kau juga memilikinya”
“....”
“em... apa boleh, aku meminta alamat
rumahmu?”
“Distrik 2, blok 15, no. 5”
Setelah itu, dia kembali
meninggalkan tempat itu. Ada beberapa pernyataannya yang membuatku sedikit kecewa.
“Hei, apa untungnya sih, kita
bertanya macam-macam padanya?”
“Yah, setidaknya aku bisa memastikan
beberapa hal. Pulang sekolah nanti, aku akan pergi ke rumah ibunya Amano, untuk
menanyainya”
“Untuk apa?”
“Ingin memastikan beberapa hal saja”
“Dasar, ini pasti berkat efek
samping Novel Detektif yang sering kau baca. Tingkahmu sudah hampir seperti
itu”
“Memang sudah jadi cita-cita ku kan?
Lagi pula, aku ingin jadi sehebat Sherlock Holmes :p”
“Ya, tapi sekarang ini kau masih
jadi Detektif amatir”
“Biar saja, lama kelamaan aku pasti
bisa berkembang”
*****
Aku dan Hanako kembali ke kelas.
Tapi saat kami kembali, Amano tidak ada di sana.
“Apa kau melihat Amano?” tanyaku
pada Yuko. Dia juga teman Mina saat masih SD, tapi tidak begitu akrab.
“Tidak, setahuku tadi dia akan pergi
menemui kalian”
“Memangnya apa yang sedang kalian
bicarakan tadi?” tanya Reiko dan Haru yang tiba-tiba muncul. Mereka berdua juga
termasuk teman SD Mina yang tidak begitu akrab.
“Itu tidak terlalu penting” kata
Hanako.
“Tapi itu penting bagi kami!”kata
mereka bersamaan sambil menatap lekat wajahku. Ditambah lagi wajah mereka yang
begitu dekat denganku.
“Kenapa? Bahkan Amano kelihatannya
tidak begitu dekat dengan kalian” komentarku.
“Apa yang kau sembunyikan dari kami?”
tanya Yuko penuh selidik.
“Amano juga teman kami, cepat atau
lambat kami pasti bisa mulai mengakrabkan diri dengannya” ucap Reiko.
Aku melirik ke arah Hanako,
“Bagaimana?” bisikku. Dia hanya mengangkat kedua bahunya, tanda tidak tahu,
atau lebih tepatnya—“terserah”
“hah... baiklah, tapi kalian harus
janji untuk tidak memberitahukan hal ini pada siapapun” kataku membuat
kesepakatan.
“Tentu” seru mereka bersamaan.
Aku dan Hanako mulai menceritakan
hal yang baru saja terjadi tadi. Termasuk dengan kejadian saat di laboratorium
dan di lapangan.
“Untuk apa kau menanyakan soal Mina
padanya?” tanya Haru.
“Mungkin itu karena wajah mereka
yang serupa” kata Reiko.
“Sekarang giliranku untuk bertanya
pada kalian” ucapku.
Kini niatku bukan hanya untuk menanyai
mereka saja, tapi mungkin lebih tepatnya lagi ‘Introgasi’. Mungkin kalian tidak
akan percaya akan hal ini. Kesimpulan yang kubuat asal begitu saja. Tapi
tingkat kebenarannya sudah mencapai 75%. Yuko, Reiko, dan Haru, Ketiga teman
kecil Mina. Kurasa mereka bertigalah yang menjadi tersangka percobaan
pembunuhan terhadap Mina.
“Apa pendapat kalian tentang Amano
dan Mina?” Tanyaku kepada mereka bertiga.
“Menurutku,
Mina anak yang baik, dia juga pintar. Yah aku tahu dia juga punya salah terhadapku.
Tapi, aku sudah bisa memafkannya. Kalau Amano, dia itu kelihatannya pendiam.
Jadi aku kurang bisa mengenalnya.” Ucap Reiko.
“Pendapat
sama dengan Reiko, tapi kalau Amano, aku agak tidak suka. Sikapnya yang seperti
itu” Kata Haru.
“Buatku Mina dan Amano sama saja
tidak ada bedanya, dia tidak memiliki salah terhadapku, hanya orang terdekatnya
saja“ kata Yuko
*****
Pulang Sekolah...
“Amano, kau tidak pulang?” tanya
Hanako.
“Tidak, hari ini aku ada piket
kelas” jawabnya dingin.
“Kalau begitu kami duluan ya,”
kataku sambil meninggalkan kelas bersama Hanako.
Aku dan Hanako berjalan melewati
koridor sekolah.
“Bagaimana? Apa kau jadi mengunjungi
rumah Amano?” tanya Hanako.
“Ya, tapi sebelumnya aku akan
menghubungi ibunya Mina dulu” kataku sembari mengeluarkan ponsel. Kutekan
tombol-tombol di ponselku, lalu meletakannya di sebelah telingaku.
“Halo?” ucap suara itu.
“Maaf mengganggu, apa ibu sedang ada
waktu?”
“Ya, memangnya ada apa?” ucapnya ramah.
“Ada beberapa hal yang ingin
kutanyakan” kataku hati-hati.
“Soal apa?”
“.... kejadian,
5 tahun lalu” aku menggigit bibirku. Khawatir dengan jawabannya.
Ibu Mina
terdiam sesaat sampai akhirnya mengatakan, “Itu sudah terjadi lama sekali,
silahkan bertanya”
“Terimakasih.
Sebenarnya aku hanya ingin bertanya, tentang ‘kesalahan’ yang ibu lakukan 5
tahun lalu” kataku tanpa basa-basi lagi.
“Eh?”
Kami berbicara
sekitar 5 menit. Tapi setidaknya aku dapat mendapatkan beberapa informasi
penting.
“Terimakasih
untuk informasinya”
“Sama-sama”
Setelah itu,
aku dan Hanako melanjutkan perjalanan lagi. Dan tentu saja, kali ini tujuannya
adalah pergi ke rumah Amano.
Ting...tong...
“Siapa?” kata
ibu Amano dari dalam rumah.
“Misaki dan
Hanako, teman sekelas Amano” kataku.
“Oh, tunggu
sebentar”
Klek!
Ibu Amano membukakan pintu dan
mempersilahkan kami untuk masuk.
“Silahkan
masuk”
“Terimakasih”
ucapku dan Hanako bersamaan.
Kami berdua
duduk di sofa, dan memulai pembicaraan.
“Ada beberapa hal yang
ingin kami tanyakan” kata Hanako.
“Tentang apa?”
“... ini...
soal Amano” Ucap Hanako ragu.
“Memangnya ada
apa?” tanyanya heran.
“Apa Amano...
benar-benar anak ibu?” ucapku serius.
“Eh?”
“Misaki, kau
ini bicara apa sih!? Sudah jelas kan, kalau...”
“Bukan” kata
ibu Amano.
“Eh!?” Hanako
hampir saja berteriak mendengar nya.
“Amano... dia bukan
anakku” katanya dengan menampakan wajah sedihnya.
“Ap..apa
maksudnya?” tanya Hanako heran.
“5 tahun
lalu... di bawah gunung Asama. Saat itu, aku dan suamiku sedang mengambil
gambar pemandangan di sekitar gunung itu. Tapi saat kami hendak pulang, aku mendengar
suara orang seperti sedang meringis kesakitan. Jadi aku segera pergi menuju
sumber suara itu. Saat kutemukan, aku melihat seorang gadis terbaring tak
berdaya. Kupikir dia sudah mati, tapi saat suamiku memeriksanya, ternyata
nyawanya masih tertolong. Akhirnya kami memutuskan untuk merawatnya. Tapi siapa
sangka, selama 4,5 tahun dia justru terbaring koma di atas kasur rumah sakit.
Setelah 4,5 tahun itu, kami bersyukur karna dia sudah tersadar kembali. Tapi
ada sesuatu yang aneh padanya. Saat kutanyakan nama dan tempat tinggalnya, dia
hanya berkata ‘tidak tahu’. setelah diperiksa, ternyata dia terkena penyakit
Amnesia, karna benturan kuat pada kepalanya. Kami akhirnya sepakat untuk
mengangkatnya menjadi anak kami. Dan memberinya nama, Sora Amano. Dia memiliki
otak yang cerdas. Jadi, seluruh pelajaran yg tertinggal selama ini dapat
dipelajarinya dengan cepat” jelasnya panjang lebar.
“Jadi... dia
benar-benar Mina?” kata Hanako.
“Mina?” Tanya
Ibu Amano heran.
“Ya, dia teman
kami yang menghilang di gunung Asama, 5 tahun lalu”
“Hari ini, hari
dimana aku menemukannya. Dan tinggal 20 menit lagi waktu aku menemukannya
terbaring lemas itu” Katanya, sambil melirik ke arah jam tangannya.
Aku tersentak
mendengarnya, segera kulirik jam tanganku pukul 19.40!
“Apa sebelumnya
ada seseorang yang menanyakan hal ini selain kami!?”
“Memang ada,
tapi aku lupa siapa orangnya”
“Apa Amano
memberi tahu anda kalau hari ini dia akan pulang telat karna ada piket kelas?”
tanyaku terburu-buru.
“Piket kelas? Tidak,
dia tadi hanya bilang ada urusan dengan salah satu temannya. Kalau tidak salah
dia diberi surat untuk menunggu temannya itu”
“Apa!?”
Aku segera
bangkit dari tempat duduku dan segera pergi dari rumah Amano.
“He.. hei!
Misaki!” teriak Hanako “Maaf, kalau sedang buru-buru, dia memang seperti itu”
kata Hanako dan langsung pergi menyusulku.
Gawat!
Ini benar-benar gawat! Waktuku tinggal 20 menit lagi! Batinku. Aku mencoba berlari secepat mungkin, untuk sampai ke
sekolah. Bagaimana tidak? teman yang kusayangi, dan baru kutemui setelah 5
tahun ini, harus menghadapi maut untuk yang ke-2 kalinya!? Aku tidak bisa
membiarkan ini.
Antara Reiko,
Yuko, dan Haru. Antara mereka bertiga, siapa pelakunya? Kuingat-ingat semua
kata-kata yang mereka keluarkan saat istirahat tadi.
Reiko:
Menurutku Mina anak yang baik. Dia juga pintar. Yah, aku tahu kalau dia memang
punya salah terhadapku, tapi sekarang aku sudah bisa memaafkannya. Kalau Amano,
dia itu kelihatannya pendiam, jadi aku kurang bisa mengenalnya.
Haru:
Pendapatku sama dengan Reiko, tapi kalau Amano, aku agak tidak suka dengan
sikapnya itu.
Yuko:
Buatku Mina dan Amano itu sama saja. Tidak ada bedanya. Dia tidak memiliki
salah terhadapku, hanya orang terdekatnya saja.
Benar juga,
kalau dikaitkan dengan kesalahan yang dibuat oleh ibunya Mina 5 tahun yang
lalu, semuanya akan menjadi mungkin. Berarti, memang dialah pelakunya. Yang
penting sekarang ini, aku harus segera sampai ke sekolah, sebelum hal yang
tidak diinginkan itu benar-benar terjadi.
__Kring__Kriing__Kriiing__
Panggilan
dari Hanako... aku menekan
tombol hijau pada ponselku.
“Misaki!
Kau ini kenapa sih!? Jangan main tinggal seperti itu dong! Sekarang dimana
kau!?” teriak Hanako
yang nyaris membuat telingaku sakit.
“Aku dalam
perjalanan menuju ke sekolah, ada beberapa hal yang masih harus kutangani. Oh
ya, sekalian aku minta tolong padamu untuk memanggil polisi ke sana” kataku
sambil terus berlari.
“Eh?
Untuk apa memanggil Polisi!?”
“Sudahlah,
ikuti saja perintahku. Nah, sudah dulu ya” ucapku sambil menekan tombol merah.
“Akhirnya
sampai juga,” gumamku.
Semua pintu dan
jendela yang ada di sekolah, telah terkunci. Kalau sudah begini, bagaimana aku
bisa masuk? Tapi kalau tidak salah, pak Tanaka satpam sekolah kami bilang kalau
ada satu pintu yang tidak pernah dikunci, ada di tempat yang jarang didatangi.
Kalau jarang didatangi, itu berarti... halaman belakang sekolah.
Aku berlari
menuju halaman belakang. Dan benar saja, saat kubuka kenop, pintunya memang
tidak terkunci.
Kukelilingi
satu per satu kalas, tapi tetap tidak ada hasil.
Sepuluh
menit lagii..., kalau begini terus,aku akan benar-benar kehilangan... coba pikirkan tempat yang mungkin untuk melakukan
pembunuhan...
Kelas...?
bukan. Toilet... bukan. Perpustakaan... apalagi. Ah! Benar juga. Labolatorium!
Disana kan ada tempat penyimpanan mayat.
Aku berlari
secepat mungkin menuju ruang Laboratorium. Saat sampai, aku melihat seseorang
yang sedang berdiri.
“Min...—ah! Amano-chan!”
Dia menoleh ke
arahku. Aku segera menghampirinya dan menarik tangannya dari ruang Laboratorium
ini. Tapi tiba-tiba...
Dor...!
Peluru yang
ditembakan seseorang dan nyaris mengenaiku membuatku dan Amano berhenti berlari
untuk meninggalkan ruangan itu.
“Tidak
semudah itu” ucap seseorang dengan suaranya yang aneh. Aku tidak dapat
melihat wajahnya karna tempatnya berdiri saat ini memang agak gelap.
Alat
pengubah suara... batinku
“Si.. siapa
itu?” gumam Amano.
“Lebih baik
kau keluar sekarang Misaki, dan tinggalkan kami berdua disini, kalau kau masih
mau selamat” katanya.
“Tidak perlu
bersembunyi lagi” ucapku “Karna aku sudah tahu siapa kau sebenarnya”
“Eh?”
“Tentu saja,
kau sendiri yang mengatakannya saat istirahat tadi. ‘Mina dan Amano sama saja’.
Apa mungkin maksudmu, sama-sama bisa membalaskan dendam, karna kesalahan yang
dilakukan oleh orang terdekat Mina, atau mungkin lebih tepatnya lagi, ibunya
Mina. Aku benar kan? Yuko-chan”
“Huh, tak
kusangka kau akan menyadarinya secepat ini” kali ini, suaranya terdengar biasa
kembali. Dia berjalan sedikit kedepan, sehingga wajahnya terlihat sedikit karena
terkena cahaya matahari senja yang masuk lewat jendela.
“Yuko?” gumam
Amano
“Kau juga yang
memancing Mina untuk pergi ke tebing itu kan? Setelah melihat Amano yang mirip
dengan Mina, kau akhirnya bertanya akan kebenarannya pada ibu Amano. Setelah
mengetahuinya, kau berencana untuk membalaskan kembali dendamu, tepat 5 menit
setelah ini, waktu yang sama saat kau membuat Mina terjatuh dari tebing. Tapi
untuk apa kau melakukannya sampai sejauh ini”
“Seharusnya kau
sudah tahu kalau kakakku meninggal karna ibu Mina. Dia egois, kalau saja dia
tidak menggunakan mobil yang hanya ada satu itu, untuk pergi ke kota, kakakku
pasti tidak akan...”
“Bodoh!” potongku
“Apa kau tidak tahu kalau saat itu ibu Mina sedang menyelamatkan seseorang
juga? Lagi pula, saat itu dia tidak tahu kalau kakakmu juga terkena kecelakaan”
Dia melihat jam
tangannya, “Sudah cukup basa-basi nya. Sekarang sudah waktunya”
Dor!
Dor!
Dia menembakan
pelurunya tepat di antara Aku dan Mina sehingga kami berdua terpisah.
Dor!
Sekali lagi,
kini peluru itu mengenai ujung lutut Mina sehingga membutnya terjatuh dan sulit
untuk bergerak. Kalau aku bergerak, justru aku yang nanti akan menjadi korban.
Tapi, mungkin semuanya akan kulakukan untuk menembus kesalahanku 5 tahun lalu.
Kesalahan karena tak bisa melindungi teman yang kusayangi.
Dia mengarahkan
pistolnya ke kepala Mina “Tamatlah riwayatmu”
Dor!
“Ukh!”
Kepalaku
tiba-tiba terasa pusing. Kesadaranku mulai menipis. Peluru itu, tepat mengenai
perutku.
Bruk!
Akun terjatuh
di pangkuan Mina. Bisa kulihat titik-titik air mata yang keluar lewat ujung
matanya.
“Bodoh! Apa
yang kau lakukan!?” ucap Mina lirih.
“Seharusnya kau
sudah mendengarnya dulu, kalau ‘Aku tidak ingin kehilangan orang yang kucintai,
apapun yang terjadi’ bukan begitu? Mina-chan...” kali ini, kesadaranku
benar-benar sudah hilang. Apa ini... memang akhir dari hidupku?
Dia
menangis sambil memeluku erat, “Misaki-chan...”
“Itu akibatnya
kalau kau terlalu berlagak seperti pahlawan. Nah, apa ada pesan terakhirmu,
sebelum jadi seperti temanmu itu”
Dia menghapus
air matanya dengan punggung tangannya “Apa kau tidak tahu, apa yang ibuku
lakukan saat itu!?”
“Mina...
ingatanmu?” gumam Yuko.
“Apa kau tidak
tahu, apa yang ibuku lakukan saat itu!?” ulangnya dengan nada agak berteriak.
“Tentu saja aku
tahu, ibumu saat itu menggunakan mobil itu untuk keperluannya sendiri. Dan
membiarkan kakaku meninggal”
“Lalu, dari
mana kau mendengar semua penjelasan itu!?” katanya sambil menahan agar tidak
meledakan amarahnya.
“I.. itu...”
“Tidak aneh
kalau kau tidak dapat menjelaskannya. Itu karna, saat ibuku pergi ke kota
dengan mobil itu, dia sebenarnya sedang membawamu yang sedang sekarat ke rumah
sakit! Apa kau tidak tahu itu!?”
“Itu tidak
mungkin... kau pasti hanya membual” katanya tak percaya.
“Kenapa? Saat itu kau hanya mendengar
penjelasan itu dari orang yang tidak tahu kebenarannya! Pesan terakhir kakakmu
pada ibuku, adalah untuk terus melindungimu! Apa setelah semua ini, kau masih
mau membunuhku!?”
Dia terduduk
“Tidak mungkin! Itu tidak mungkin!” Terlihat titik-titik air mata yang keluar
dari mata Yuko.
Tak berapa lama
setelah itu, akhirnya Hanako datang ditemani beberapa polisi. Yuko ditangkap
atas kejahatannya. Sedangkan aku dan Mina, kami berdua dibawa ke rumah sakit
terdekat. Lalu, bagaimana nasibku selanjutnya?
*****
Perlahan, kubuka mataku.
“Dimana ini?” gumamku.
“Misaki, akhirnya kau sadar juga!”
Seru seseorang dan langsung memeluku.
“Mina!?” yang kulihat kali ini
memang benar-benar dia. Sikapnya tidak seperti Amano lagi.
“Setelah koma selama 3 bulan,
akhirnya kau sadar juga” ucap Hanako.
Bukan Cuma Mina dan Hanako saja,
kakaku, orang tuaku, ibu Mina, teman-teman di kelas, bahkan Yuko juga, dia sepertinya
mendapat keringanan hukuman atas permintaan Mina.
“3 bulan? Lalu bagaimana dengan... aw!”
perutku masih terasa begitu sakit.
“Jangan terlalu banyak bergerak,
luka di perutmu masih belum sepenuhnya pulih” tegur kakaku.
Yuko berjalan mendekatiku, lalu
menjulurkan tangannya padaku.
“Maaf Misaki, ini semua salahku”
ucapnya dengan wajah menyesal.
Aku tersenyum, dan membalas
jabatannya “Sejak awal aku sudah memaafkanmu”
Dia tersenyum cerah “Terimakasih,
kau memang orang yg baik”
“Oh ya, lalu bagaimana dengan
pelajarannya? Aku pasti sudah ketinggalan banyak”
“Dasar! di saat seperti ini pun kau
masih memikirkan pelajaran!?” kata kakakku.
“Tenang saja, aku dan Mina sudah
merangkumnya untukmu. Ini,”
Bruk! Aku terbelalak. 3 berkas
tumpukan kertas benar-benar sudah menanti untukku.
“Apa!? Sebanyak ini!?”
“Ya, karna itu, berjuanglah! Ha..
ha. ha...”
Aku menjalani perawatan di rumah
sakit selama 1 bulan, dan setelah itu aku baru bisa bersekolah kembali. Tapi
aku benar-benar bersyukur, karna aku bisa kembali bersama-sama dengan
orang-orang yang kusayangi.
THE END
0 komentar :
Posting Komentar